Teori Idiologi Politik
Dari bentuk kata idiologi politik ( political idiologi ) merupakan gabungan
dari dua buah kata, dimana masing-masing kata memiliki definisi konseptual yang
mandiri, yaitu idiologi dan politi tetapi dalam penggunaannya idiologi politik
seringkali tidak di artikan secara terpisah. Kedua kata tersebut walaupun
memiliki defenisi konseptual masing-masing di pandang sebagi kesatuan kata yang
melahirkan definisi baru.
Istilah idiologi di masukkan kedalam khazanah bahasa
ilmu-ilmu sosial oleh S.L.C. Destutt de tracy (1754-1836) seorang politisi dan
filsuf pada awal abad Sembilan belas ( Beradat,1988; suseno, 1992). Kata
ideologi, pada awalnya berarti ilmu tentang ide (science of ideas),
yaitu studi tentang asal mula, evolusi dan sifat dasar dari ide. Dari kata ini,
diturunkan sebuah kata yaitu ideologues, yang berarti orang-orang yang
berjuang untuk melahirkan ide-ide, dalam hal ini gagasan-gagasan progresif
seperti hak asasi manusia atau negara konstitusional (Suseno, 1992).
Secara umum, ideologi dipandang
sebagai seperangkat keyakinan yang berorientasi pada tingkah laku (an
action-oriented set of belief). Sistem pemikiran yang didasarkan atas
ideologi, akan menghasilkan perbuatan. Hal ini memunculkan sebuah logika yaitu,
bahwa dengan mengamati perbuatan seseorang, maka dapat diketahui apa
ideologinya. Dengan kata lain, bilamana keyakinan-keyakinan tersebut tidak
mampu memaksakan perbuatan, maka itu bukan ideologi (Daniel Dhakidae, Prisma
No.1, Januari 1982 Tahun XI, LP3ES).
Francois
Houtart (dalam M. Sastrapartedja, Prisma No.1, Januari 1982 Tahun XI,
LP3ES ) berpendapat bahwa, ideologi juga dapat dimengerti sebagai suatu sistem
penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarah dan proyeksinya ke
masa depan dan merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan. Hal yang
terkandung dalam ideologi: pertama, ideologi memuat sejarah masa lampau
yang diukur menurut sistem nilai yang dicita-citakan; kedua, suatu visi
mengenai masa depan sebagai hasil penilaian sejarah masa lampau dan nilai yang
dicita-citakan itu; ketiga, mengarah pada suatu tindakan atau praksis
(F. Houtart, dalam Y.B. Sudarmanto, Majalah Filsafat Driyarkara Tahun.
XIII No.2 1986).
Hal lain yang terkandung dalam
ideologi politik adalah, bahwa ideologi politik memiliki dua fungsi: individual
dan sosial. Fungsi individual, seperti yang diungkapkan oleh Paul Ricoer (dalam
M. Sastrapartedja, Prisma No.1, Januari 1982 Tahun XI, LP3ES), bahwa
ideologi politik berfungsi untuk “memolakan, mengkonsolidasi, menciptakan
tertib dalam arus tindakan manusia”. Hal ini memiliki hubungan yang erat dengan
ideologi sebagai pembentuk identitas sosial (social identity) dan tipe
kepribadian. Secara sosial, fungsi dari ideologi politik mendapat berbagai
tafsiran. Fungsi dari ideologi politik sendiri telah menjadi salah satu tema
kajian utama dalam psikologi politik. McGuire (1993), seperti yang dikutip oleh
Maritza Montero (1997, dalam Fox dan Prileltensky, 1997) menyatakan bahwa, di
Amerika Serikat, ideologi lebih diartikan sebagai sistem keyakinan. Di bagian
dunia lain (Amerika Latin dan Eropa), ideologi dipahami sebagai hegemoni atau
dominansi dari gagasan-gagasan tertentu terhadap gagasan lain. Sedang dalam
wilayah yang telah dipengaruhi oleh pemikiran Marx, ideologi dipahami sebagai
kesadaran palsu (false consciousness).
Secara umum, Reo M. Christension
dalam kata pengantar buku Ideologies and Modern Politic (1972)
berpendapat bahwa ideologi politik berfungsi sebagai:
1. Sebagai sistem keyakinan
politis, ideologi yang memberikan suatu struktur kognitif
2. Memberikan suatu formula yang
bersifat menentukan—suatu arahan bagi individu dan tindakan serta pertimbangan
kolektif.
3. Sebagai alat untuk mengatasi
dan mengintegrasikan konflik.
4. Mengetahui identifikasi diri (self-identification)
seseorang.
5. Untuk mengetahui kekuatan
dinamis dalam kehidupan individu dan kolektif, memberikan suatu pengertian
mengenai misi dan tujuan, serta suatu komitmen hingga tindakan yang dihasilkan
Pendapat lain tentang fungsi
ideologi politik dikemukakan oleh Roy C. Macridis dalam bukunya Contemporary
Political Ideologies, Movement and Regime (1989) yaitu:
1. Ideologi politik sebagai alat
legitimasi
2. Ideologi politik sebagai alat
solidaritas dan mobilisasi
3. Ideologi politik sebagai alat
ekspresi
4. Ideologi politik sebagai alat
kritik dan utopia
5. Ideologi politik sebagai
ideologi dan tindakan politik
Dari sudut pandang psikologi,
sebagaimana pendapat Erich Fromm, bahwa ideologi lahir karena manusia didorong
untuk mencari superioritas, kekuasaan, status, dan kemenangan dalam arena
politik, terutama melalui ideologi dan gerakan otoritarian. Dorongan tersebut
muncul sebagai akibat dari perasaan rendah diri, tidak aman, tidak mumpuni,
kesendirian, penghinaan dan pengkerdilan.
0 Komentar untuk "Teori Idiologi Politik"