1.
SEJARAH ISLAM DAN ERA YANG DI
HADAPAI
Banyak
sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang
dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan
globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad
yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia
mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar abad ke-1-7 M. Saat itu, para
pedagang Muslim Arab, Persia, dan India, Tiongkok mulai menelusuri
negeri lain baik melalui jalan darat maupun jalan laut untuk berdagang.
Fase
selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan
Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi
Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika
Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang,
kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad,
arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase
selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi
pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan
kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan
diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan
teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara pun
mulai kabur. Hal ini, tentunya akan membawa pengaruh yang sangat
signifikan terhadap orientasi dakwah. Untuk mendukung hal tersebut
kajian-kajian syariat perlu disejajarkan dengan kajian-kajian non syariat yang
merujuk kapada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena perkembangan
teknologi terutama perkembangan teknologi komunikasi tidak hanya mempengaruhi
satu bidang kehidupan masyarakat melainkan hampir mempengaruhi seluruh
bidang kehidupan. Oleh sebab itu, selain memanfaatkan
perkembangan teknologi itu sendiri dakwah juga diharapkan sebagai penyeimbang
terhadap akibat dari perkembangan teknologi itu sendiri. Keragaman hidup
duniawi, serbuan berbagai nilai yang bersifat hedonisme dan konsumerisme
dakwah dapat memberikan arahan dan bimbingan agar umat tidak mengalami
disorientasi dalam rumah peradaban dunia yang penuh dinamika.
Dengan
demikian menurut pemakalah perlu di adakan kajian kembali yang lebih
komprehensif tentang makna globalisasi, sejarah globalisasi, bentuk-bentuk
globalisasi, serta sampai di mana besarnya pengaruh globalisasi
terhadap dunia Islam. Munculnya era globalisasi ini merupakan tantangan dalam
dunia dakwah, mau atau tidak semua manusia akan mengalaminya. Nah, untuk
mengarungi postmodernism ini, dibutuhkan langkah-langkah yang konkrit dan sistematik
untuk di jadikan sebagai acuan hidup yang di harapkan mampu mengembalikan
manusia kepada maksud dan tujuan ia di ciptakan, dengan memanfaatkan kemajuan
dunia globalisasi. Tentunya pasti akan ada rintangan-rintangan serta hambatan
yang harus di hadapi, karena tidak semua kemajuan yang ada di era globalisasi
ini di terima oleh ajaran Islam. Maka untuk lebih spesifik, perlulah kiranya
kita memahami tantangan-tantangan tersebut yang akan di sajikan dalam bentuk GLOBALISASI DAN TANTANGAN DAKWAH.
A.
GLOBALISASI
DAN TANTANGANNYA TERHADAP DAKWAH ISLAMIYAH
Al-Aulamah
(globalisasi) merupakan istilah yang di perhalus dari penjajahan baru.
Globalisasi dalam bentuknya yang paling jelas dewasa ini mempunyai maksud
westernisasi dunia atau dengan ungkapan lain : Amerikanisasi dunia. Istilah
yang sangat gencar di kampanyekan ini merupakan keharusan pengawasan dalam
bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan sosial yang di lakukan oleh Amerika
terhadap dunia, khususnya dunia Islam. Maka dalam bab ini akan di bahas tentang
globalisasi poltik, globalisasi ekonomi, globalisasi kebudayaan, globalisasi
agama berikut tantangan-tantangannya dalam dunia dakwah.
a.
Globalisasi
Politik
Di
tinjau dari lingkungan nasional kondisi persatuan dan kesatuan bangsa dapat di
katakana mengalamai perubahan yang sangat signifikan. Globalisasi politik ini
dapat mengakibatkan ancaman dalam bentuk subversi asing yang ingin memaksakan
kehendak politknya yang bertentangan dengan ideologi setiap bangsa. Hal ini
akan memicu loyalitas masyarakat terhadap bangsa menjadi berkurang. Tujuan dari
pada globalisasi politik ini sebenarnya ingin menjadikan dunia dalam satu
kekuasaan yang akan di kendalikan oleh Negara yang memiliki kekuatan super
power, tentun saja dalam hal ini adalah Amerika. Adanya kekuatan super power
ini, semua Negara-negara di paksa untuk ikut dalam semua peraturan yang di
tentukannya. Secara signifikan globalisasi sebenarnya telah melemahkan Negara.
Kedaulatan Negara menjadi kabur. Karenanya kapasitas Negara sebagai aktor utama
dalam hubungan internasional dan sebagai kekuatan domestik untuk
mensejahterakan rakyat semakin di pertanyakan. Di
tingkat internasional secara substansional Negara melemah
karena pergesaran pertanyaan dari : Apa itu Negara, dan menjadi siapa itu
Negara?. Hal ini terutama di sebabkan oleh fakta bahwa Negara dalam politik
domestik dan internasional lebih banyak mewakili dan memperjuangak kepentingan
pemegang otoritas (keluarga, kelompok dan sebagainya yang secara kasat mata
termanifestasi di publik domestik dan dunia) dari pada kepentingan seluruh
warga Negara yang ada di wilayahnya yang menjadi sebab adanya negara tersebut. Di
samping itu pemerintah yang memegang otoritas Negara sering kali takluk dengan
kepada kepentingan bisnis transnasional dan domestik serta tunduk kepada massa
yang mengendalikan poltik yang memiliki kapasitas untuk mobilisasi kekerasan
dan kejahatan. Munculnya kekuatan-kekuatan non-pemerintah yang memiliki
jaringan mulai dari tingkat lokal sampai tingkat global yang juga mempengaruhi
kebijakan dan tata kelola pemerintah mulai dari sub-nasional, nasional,
regional sampai kepada global. Organisasi-0rganisasi ini juga sering terlibat
dalam diplomasi untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat dan kepentingan
tertentu. Bahkan mereka bergandengan tangan dengan aktor-aktor tertentu dalam
kanca diplomasi internasional. Karena itu pemisahan antara aktor Negara dan
non-negara dalam era globalisasi mengaburkan batas tertorial dan batas pengaruh
suatu bangsa.
Perdebatan
yang paling besar dalam dunia politik adalah berkenaan dengan nasib Negara atau
bangsa modern, beberpa pertanyaan yang perlu di ajukan adalah :
1. Sebab-sebab
politik apakah yang mendorong arus massif capital, uang, dan teknologi
melintasi batas-batas territorial?
2. Apakah
arus ini merupakan tantangan yang serius terhadap keberdayaan nationstate?
3. Bagai
manakah dampak munculnya oraganisasi-organisasi intergovernmentalterhadap
konsep kedaulatan Negara dan bagai mana prospek global governance?
Dalam
merumuskan jawaban di atas menurut Subhihar dan Indra K, ada empat pendapat
yang berbeda-beda.
Pertama, mereka
mengaggap bahwa globalisasi merupakan proses yang secara instrinsik berkaitan
dengan ekspansi pasar. Secara lebih khusus, kemajuan pesat dalam teknologi
komputer dan sistem komunikasi seperti jaringan lintas dunia di
pandang sebagai kekuatan utama yang bertanggungjawab atas terciptanya pasar
global. Menurut pandangan ini politik nyaris tanpa daya di hadapan truk besar
teknoekonomi yang tak terhalau yang akan melabrak upaya pemerintah
mengintroduksi kembali kebijakan dan aturan-aturan yang restriktif. Pembagian
wilayah tidak lagi relevan dengan masyarakat, Negara tidak lagi mampu
menderminasi arah kehidupan social dalam batas-batas wilayah mereka. Negara
dalam pendisplinan pasar global semakin kerdil kemampuannya dalam mengontrol
nilai tukar dan memproteksi mata uangnya.
Kedua, Menampik anggapan
bahwa perubahan ekonomi skala besar semata terjadi dalam masyarakat sebagai
sesuatu yang alamiah seperti misalnya gempa bumi. Melainkan mereka menyoroti
peran sentarl politik khususnya mobiltas kekuasaan politik dalam menebarkan
jaringan-jaringan diseminasi globalisasi. Jika bentuk globalisasi ekonomi di tentukan
oleh politik maka preferensi politik yang berbeda akan menghasilkan kondisi
sosial yang berbeda pula.
Ketiga, Glibalisasi adalah
sebagai akibat dari perpaduan antara faktor politik dan teknologi. Pembiakan
teknologi baru yang cepat dan tak dapat di elakkan merambah ke seluruh penjuruh
dunia yang membuat modernisasi masyarakat dunia yang di bombing oleh teknologi
menjadi sebuah takdir sejarah. Namun tidak ada Negara yang memiliki kekuatan
hegemoni yang mewujudkan pasar bebas sejagat. Dunia akan runtuh tatkala
keseimbangannya tidak lagi dapat di pertahankan. Karena itu, perang perdagangan
akan membuat kerjasama inteernasional akan lebih sulit.
Keempat, Ilmuwan politik
seperti Held dan Falk dalam tulisan-tulisan mereka mengartikulasikan perlu
adanya global governance sebagai konsekuensi logis proses globalisasi. Keduanya
menggambarkan bahwa globalisasi telah mengikis pemerintah nasional. Held
menawarkan munculnya bentuk demokrasi multi lapis yang bercita-cita pada
cosmopolitan barat, pengaturan hukum internasional dan jaringan luas yang
menghubungkan antara berbagai institusi kepemerintahan dan non kepemerintahan. Tantangan yang paling berat di lingkungan
dakwah adalah karena seorang da’i harus berhadapan dengan aktor utama yaitu pemerintah
yang tidak menjalankan fungsinya untuk memenuhi kepentigan masyarakat atau
rakyatnya. Karena pemerintah yang membuat undang-undang, kebijakan, perjanjian
dengan Negara-negara lain atau lembaga-lembaga internasional. Masuknya
informasi-informasi dari luar tanpa adanya penyaringan sehingga akan
membahayakan martabat dan moral bangsa, masyarakat tidak merasa lagi memiliki
Negara karena ia milik global. Seruan akan adanya kebebasan antara kaum pria
dan wanita di kanca politk dunia makin menunjukan pamornya. Undang-undang
Internasional yang di sebut globalisasi itu kembali memperlihatkan kekuatannya
meiliter, hancurnya dunia Islam itu karena gencarnya Negara-negara barat untuk
mangatur peraturan global dunia sehingga mereka dengan leluasanya menyerang dunia
Islam kapan saja mereka mau bahkan mereka juga mampu mambasmi gerakan-gerakan
Islam yang berada di dunia Islam. Ini menunjukan bahwa Islam sudah tidak
memiliki nyali lagi di mata dunia. Penangkapan para aktifis dakwah Islam kian
berani di mana-mana dengan dalih bahwa mereka adalah teroris, pada hal semua
itu tidak memiliki bukti yang kuat, bahka kalau di telusuri lebih konkrit
ternyata merekalah yang berada di balik kejahatan yang berada di dunia Islam
selama ini.
b.
Globalisasi
Ekonomi
Globalisasi
ekonomi menimbulkan masalah-masalah yang bersifat global pula. Masalah
globalisasi dalam tatanan ekonomi nasional Indonesia dapat dilihat dari dua
sudut pandang: dampak globalisasi terhadap kondisi internal dan dampak
globalisasi terhadap kondisi eksternal. Bentuk dampak pada kedua sisi ini pun
dapat berupa dampak positif dan dampak negatif.
Dalam hal
dampaknya pada kondisi internal,
globalisasi dapat mengubah pola perilaku pelaku ekonomi dalam proses produksi
di satu pihak dan perubahan struktural ekonomi serta kebijakan ekonomi
pemerintah di lain pihak. Perubahan dalam proses produksi antara lain dapat
meliputi efisiensi dan intensifikasi penggunaan faktor produksi, bertambahnya
frekuensi perdagangan dan investasi pada sektor-sektor yang dapat diperdagangkan
(tradeable), serta berkembangnya industri nasional yang kompetitif.
Sedangkan perubahan struktural yang mungkin terjadi dapat meliputi perubahan
dalam sektor ekonomi dan orientasi sektor tradisional kepada sektor ekonomi
modern. Perkembangan ini membawa implikasi pada perubahan kebijakan ekonomi
mikro perusahaan, makro ekonomi, kebijakan pasar, dan lain-lain.
Perubahan
pada kondisi eksternal, dapat
meliputi perubahan dalam kebijakan perdagangan dan investasi internasional,
sistem moneter internasional, dan hubungan ekonomi internasional lainnya.
Perubahan-perubahan yang terjadi ini selanjutnya tidak lagi dapat
diidentifikasikan sebagai kegiatan nasional, melainkan sudah bersifat global.
Selain dampak globalisasi pada aspek ekonomi, globalisasi dapat pula
menimbulkan perubahan pada bidang non-ekonomi, seperti dalam sektor pendidikan,
kesehatan, kependudukan, dan lingkungan hidup.
Positif atau
negatifnya dampak yang ditimbulkan dengan adanya perubahan-perubahan itu sangat
tergantung pada kemampuan daya saing produk yang dihasilkan, kualitas sumber
daya manusia, kemampuan adaptasi, dan kebijakan pemerintah. Apabila
faktor-faktor ini dimiliki oleh suatu perekonomian, maka walaupun globalisasi
dapat menghasilkan berbagai perubahan perekonomian suatu negara, globalisasi
justru dapat memberikan keuntungan bagi perekonomian itu sendiri.
Dampak
globalisasi ekonomi cenderung akan menghasilkan kondisi eksternal negatif jika
perekonomian kita tidak dapat bersaing dan tetap ifisien. Adanya eksternalitas
negatif ini merupakan akibat dari ketidakmampuan pelaku ekonomi nasional dalam
memperebutkan peluang pasar dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber
perekonomian nasional. Hal ini terutama karena kekuatan dan daya saing ekonomi
nasional kita masih lemah. Kurangnya daya saing ini terutama disebabkan karena
kelemahan implementasi kebijakan protektif pemerintah selama lebih dari tiga
dekade. Seperti yang banyak kita ketahui, industri kita – terutama manufaktur banyak
yang memulai infant industry-nya di proses produksi hilir yang
diproteksi oleh kebijakan pemerintah seperti perakitan mobil dan penguliran
pipa misalnya. Sayangnya implementasi kebijakan protektif tersebut tidak
dibarengi dengan suatu kondisi yang dapat ‘memaksa’ pelaku industri untuk
menginvestasikan hasil keuntungannya ke proses produksi hulu. Para pelaku
industri justru banyak yang menginvestasikan hasil keuntungan dari kebijakan
protektif tersebut ke jenis industri lain yang juga di proses produksi hilir.
Akibatnya sampai sekarang industri kita masih bergantung pada import
resources untuk input produksinya; baik itu humanware, technoware, infoware, orgaware,
maupun pendanaan. Industri kita hanya mampu membuat barang “made in
Indonesia” tetapi bukan “made by Indonesians” karena ‘ruh’
teknologinya belum dikuasai penuh. Krisis multi dimensi yang masih berlanjut
hingga saat ini, walaupun intensitasnya berkurang, dapat memperparah kerentanan
ekonomi nasional. Proses pemulihan ekonomi kita relatif lamban dibandingkan
negara-negara Asia lain seperti Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan.
Negara-negara ini secara umum telah pulih dari krisis yang dialaminya. Oleh
karena itu, dalam keadaan ekonomi nasional yang semakin terintegrasikan dengan
tatanan ekonomi dunia pada abad 21, kondisi yang diperlukan adalah kemampuan
menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan yang terjadi, dalam pengertian
dapat memanfaatkan dengan baik peluang yang muncul dan menangkal dampak
negatifnya. Langkah penyesuaian ini harus dilakukan dalam bentuk kebijaksanaan
makro, sektoral, serta mikro yang adil dan merata. Selain itu diperlukan juga
penyusunan rumusan skenario kebijakan ekonomi nasional agar eksternalitas
negatif dari globalisasi dapat diminimalkan, bahkan mengubahnya menjadi
peluang-peluang (opportunities).
Maka
globalisasi pada akhirnya akan menggilas perekonomian nasional karena ketatnya
persaingan dengan pelaku ekonomi dari luar di hampir seluruh kegiatan ekonomi.
Tergilasnya ekonomi dapat menimbulkan krisis ekonomi babak kedua yang akan
menyebabkan semakin besarnya tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan
masyarakat, tingginya tingkat pengangguran, kompetisi yang tidak sehat antar
pelaku ekonomi, dan memperparah kerusakan lingkungan hidup.
c.
Globalisasi
Kebudayaan
Para
budayawan melihat bahwa budaya pada awlannya suatu yang inedpenden bagi setiap
bangsa, namun sejak kemajuan budaya terutama dibidang teknologi komunikasi,
budaya tidak lagi bersifat independen, kini yang terjadi adalah munculnya
hegemoni budaya, yang melahirkan satu bangsa dengan multi budaya. Lajunya
kebudayaan material terutama dalam segi material seperti kebutuhan
hidup,teknologi, barang atau perlengkapan terlebih sejak ditemukannya mikro
prosesor pertama 1971 yang dibantu oleh penemuan PC pertama 1975 dan
internet 1993 pilarpilar budaya local semakin rapuh. Jauh sebelum itu
tahun 1920 angaya Jazz dengan rambut pendek kaum wanita saja sudah dapat
merambah dunia. Apalagi dengan adanya instrumen seperti internet tahun
1997 an dapat dibayangkan kecepatan asimilasi dan akulturasi semakin laju.
Dari
sudut sosiol, seperti diungkap terdahulu pengaruh industrialisasi
telahmenggeser keluarga. Artinya nilai-nilai keluarga terkubur dengan nilai
factory dan pabrik, bagaimana jadinya jika setiap anggota keluarga bebas
menerima informasi tanpa batas, tentusaja format keluarga menjadi berubah,
panggilan, keharmonasian, dan kehawatiran juga akan berubah. Di AS karena
kehawatiran akan apa yang ditemui anaknya di luar rumah para orang tua
telah membudayakan home schooling, sekolah dirumah-rumah sejak tahun 1999.
Selanjutnya,
globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan
nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha
menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat
melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi dalam proses ini,
negara-negara Dunia Ketiga harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan
memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing.
Dalam rangka ini, berbagai bangsa Dunia Ketiga haruslah mendapatkan informasi
ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka.
Manusia harus berhadapan
dengan seni yang digunakan untuk menjajahmasyarakat dunia, padahal
inilah bermulanya segala masalah. Dalam hal ini, dapat di
ambil contoh yaitu industri perfilman Hollywood. Industri ini mengeluarkan
700 film dalam setahun dan mempunyai banyak sekali peminat di seluruh dunia
sehingga secara praktis, film telah berubah menjadi sarana penjajahan Amerika.
Namun, menurut doktor Bulkhari, masalah ini tidak bisa dilihat hanya dari sudut
seni saja. Dalam kasus ini, Barat atau khususnya AS, telah mengunakan seni
sebagai alat untuk menyebarkan imperialismenya di dunia. Dalam pandangan
peneliti Iran ini, Barat sesungguhnya telah berhasil dalam menciptakan karya
seni berkualitas tinggi, namun yang menjadi masalah adalah isi atau kandungan
yang disampaikannya.
Secara
umum, dari berbagai tema yang dibahas ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa
sebagian besar para peneliti di negara-negara Asia dan Islam sepakat bahwa
bangsa-bangsa Dunia Ketiga haruslah melepaskan diri dari sikap pasif dalam
menghadapi globalisasi. Mereka haruslah berupaya secara aktif mengenalkan
potensi-potensi yang tersembunyi di negara-negara Dunia Ketiga, terutama
negara-negara Islam, kepada bangsa dan budaya-budaya lain. Bahkan arus
globalisasi akan dengan mudah saja mendatangkan musibah kepada seni
kita, karena ia sama seperti badai taufan yang mungkin mencabut akar budaya.
Tetapi dari sudut pandang yang lain, globalisasi bisa memberikan kesempatan
istimewa untuk bangsa-bangsa yang kaya dengan budaya. Seni kita akan tersebar
ke luar batas negara dan memberikan pengaruh kepada dunia. Sejarah menyaksikan
bahwa pada berbagai era kegemilangan, seni dari Iran, India, dan Italia
berkembang sampai ke negara-negara yang jauh. Masalah inilah yang mungkin
terjadi hari ini. Karena itu, bangsa Asia yang percaya kepada kekuatan akar
budaya mereka tidak perlu takut pada pengaruh asing. Kita harus berusaha untuk
memahami bagaimana seni bisa menjadi tameng pertahanan budaya dan tradisi.
d.
Globalisasi
dan Tantangan Dakwah
Pada
era globalisasi ini kita menyaksikan terjadinya persaingan yang tidak
seimbang antara apa yang dikelompokkan sebagai Barat dan Timur, atau Utara
dan Selatan. Dari segi ilmu pengetahuan, teknologi dan pandangan hidup,
dunia dibagi menjadi Barat dan Timur. Barat untuk negara-negara yang maju
ilmu pengetahuan dan teknologinya serta punya pandangan hidup rasional
dan sekuler, Timur sebaliknya. Sedangkan dari segi ekonomi, dunia
dibagi menjadi Utara dan Selatan. Utara untuk negara-negara yang maju
ekonominya, sedangkan Selatan untuk negara-negara berkembang dan
terbelakang. Letak geografis sama sekali tidak menjadi pertimbangan. Maroko
yang terletak di Barat dimasukkan dalam kelompok Timur, sementara Jepang yang
terletak di Timur dmasukkan dalam kelornpok Utara. Australia yang
terletak di Selatan dimasukkan kelompok Utara. Seluruh negara-negara
yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), termasuk
Indonesia, masuk dalam kelompok negara-negara Timur dan Selatan. Dengan kemajuan
teknologi komunikasi yang demikian hebat, masing masinganggota masyarakat
dunia dapat bekerja sama, bersaing dan saling mempengaruhi dengan bebas.
Sekat-sekat geografis dan jarak yang berjauhan tidak lagi menjadi hambatan.
Dari segi ekonomi, setelah pasar bebas ASEAN (AFTA) kita juga menyaksikan
pasar bebas Asia Pasifik (APEC) dan terakhir pasar bebas Dunia (WTO).
Tetapi karena kekuatan modal, sumber daya manusia, manajemen, teknologi
dan industri dikuasai oleh negara-negara Utara. Akibatnya persaingan yang
terjadi persaingan yang tidak seimbang. Khusus Indonesia, jangankan untuk
tingkat dunia, tingkat ASEAN pun kita kesulitan untuk memenangi
persaingan. Begitu juga dari segi budaya dan bermacam-macam ideologi,
paham dan gaya hidup akan saling mempengaruhi dengan cepat, mengubah
dengan cepat pula tatanan masyarakat. Sekali lagi, walaupun secara teoritis
semua anggota masyarakat dunia saling mempengaruhi, karena kekuatan yang tidak
seimbang, yang akan menguasai dan memaksakan pandangannya adalah negara-negara
Barat. Sebagai ilustrasi, kalau kita pergi ke Eropa atau Amerika, sudah dapat
dipastikankita tidak akan dapat menonton acara-acara televisi dari Indonesia.
Tetapi sebaliknya jikakita buka stasiun TV Indonesia di mana pun,
dengan mudah akan kita dapatkan acara-acara produk Barat. Khusus untuk
Indonesia, tidak hanya film-film Hollywood yang mudah kita tonton, bahkan
film-film Bollywood dan Amerika Latin pun tidak pernah absen
muncul di TV-TV kita! Sadar atau tidak, pengaruhnya sangat besar
dalam pertarungan budaya.
Pandangan
dan gaya hidup yang bertentangan dengan ajaran Islam akan
mempengaruhi anak-anak kita, bahkan mungkin juga orang
dewasa. Sebagai akibat dan pertarungan budaya yang tidak seimbang di atas,
maka kita dapat menyaksikan terjadinya perubahan-perubahan alam pikiran
yang cenderung pragmatis, materialis, dan hedonis, menumbuhkan budaya
inderawi (kebudayaan duniawi yang sekuler) dalam kehidupan modern abad
ke-20 yang disertai dengan gaya hidup modern memasuki era baru abad ke-21
atau abad ke-15 Hijriah sekarang ini.
Penetrasi budaya
dan multikulturalisme yang dibawa oleh globalisasi akan makin nyata
dalam kehidupan bangsa. Mau tidak mau, suka tidak suka, setiap negara
atau bangsa akan masuk dalam arus globalisasi. Yang tidak dapat berenang
akan tenggalam dalam pusaran arus yang sangat deras tersebut. Apalagi
negara-negara Barat atau Utara menghendaki globalisasi tentu saja bukan
tanpa kepentingan nasional masing-masing, baik ekonomi, budaya maupun
ideologi atau paling kurang pandangan hidup.
Dunia
Islam yang semuanya tanpa kecuali masuk Timur atau Selatan tentu saja
tidak akan mampu menahan laju globalisasi itu, apalagi menghentikannya.
Karena itu, globalisasi sudah merupakan realitas sejarah yang tidak dapat
ditolak. Globalisasi adalah konsekuensi logis dari kemajuan teknologi
komunikasi.
Globalisasi
sendiri sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam, ajaran atau agama yang
diturunkan sebagai rahmat alam semesta. Jika globalisasi digunakan untuk
menduniakan nilai-nilai moral islami, baik yang bersifat personal (personal
morality)maupun yang publik (public morality), maka
kehidupan umat manusia di dunia dapat berjalan dengan tertib, aman, damai
dan sejahtera. Ringkasnya, secara normatif globalisasi sebenarnya
netral, tergantung siapa dan untuk apa digunakan. Dapatkah umat Islam
memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan dakwah Islam? Mungkin banyak
yang pesimis, apalagi melihat betapa tidak berdayanya umat
Islam menghadapi tekanan negara-negara Barat atau Utara dalam berbagai
aspek kehidupan. Invasi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya ke Irak adalah
bukti betapa tidak berdayanya umat Islam menghadapi kekuatan negara maju,
utamanya AS sebagai satu-satunya super power sekarang
ini setelah Uni Soviet runtuh. Pertanyaan yang relevan dan
mendesak sekarang ini adalah bukan “dapatkah umat Islam memanfaatkan
globalisasi untuk kepentingan dakwah” tapi “dapatkah umat Islam bertahan
menghadapi seranganGlobalisasi?.” Apakah umat Islam akan tenggelam atau masih
mampu menggapai-gapaiuntuk sekedar tidak tenggelam atau memperlambat
kehancurannya?.
Umat Islam
memiliki potensi yang apabila dikelola dengan baik dapat membantusetidaknya
pertahanan diri, syukur-syukur mempengaruhi pandangan dan gaya hidupmasyarakat
dunia. Kita memiliki: (1) jumlah penduduk Muslim yang besar (1,2
Milyaruntuk dunia Islam, dan sekitar 200 juta untuk Indonesia); (2) sumber
daya alam yangsangat menggiurkan negara-negara Barat; (3) pernah
mengalami sejarah masa lalu yanggemilang (Indonesia bagian dari imperium Islam
yang pernah menguasai sepertigadunia); dan (4) ajaran
Islam yang sejalan dan mendorong kemajuan dalam berbagai kehidupan serta
memberi pegangan moral yang kuat. Masalahnya, jumlah penduduk dunia Islam
baru besar dari segi kuantitas tapi lemah dari segi kualitas. Yang
berpendidikan tinggi relatif masih kecil; Indonesia misalnya, masih
di bawah 10 %. Lemahnya kualitas sumber daya manusia itu
berakibat lemahnya penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam, belum
lagi mental korup para penguasa dan pengelola kekayaan alam. Selain itu
berakibat tidak adanya persatuan umat Islam dunia dalam arti yang
sebenarnya.
Memang
ada beberapa organisasi dunia Islam, baik yang bersifat resmi
antar-pemerintah (seperti OKI) ataupun yang swasta (seperti Rabithah 'Alam
Islami), tetapi belum efektif disebabkan berbagai kepentingan atau ego
para pemimpinnya. Belum lagi pada dataran umat, banyaknya aliran teologi,
mazhab fikih, organisasi massa, dan partai politik terkadang bisa
menyebabkan kekuatan umat menjadi tidak ada berarti. Umat Islam juga kerap
tidak banyak belajar dari sejarah. Buku-buku sejarah Islam dipenuhi oleh
kisah-kisah suksesi para penguasa, bukan kisah-kisah kemajuan dalam berbagai
bidang kehidupan. Padahal tidak jarang suksesi itu terjadi secara berdarah,
yang oleh sebagian pengikut setia aliran atau kelompok tertentu luka lamanya
itu dipelihara hingga sekarang bahkan diwariskan turun-temurun. Tentu saja
penyebab semua masalah di atas adalah semakin jauhnya umat Islamdari ajaran
Islam. Padahal ajaran Islam dalam sejarah sudah terbukti memberikan kekuatan
yang luar biasa dengan kekomprehensifan, keseimbangan, menghidupkan dan
berpandangan jauh kedepannya. Bangsa Arab sebagai contoh, tanpa Islam
merekahanyalah suku-suku nomaden yang sama sekali tidak diperhitungkan dunia.
Tetapi denganIslam mereka ke luar dari jazirah Arabia mengalahkan dua imperium
raksasa waktu itu(Romawi dan Persia) hingga menguasai sepertiga dunia.
Mari kita
lihat sekarang, tatkala banyak negara Timur Tengah mengusung ideologi
arabisme dan sosialisme atau sekulerisme dengan meninggalkan Islam, mereka
menjadi bulan-bulanan Amerika dan sekutunya tanpa dapat berbuat apa-apa.
Sejarah Turki juga dapat menjadi pelajaran bagi kita, bahwa tanpa Islam, Turki
hanyalah sebuah negara berkembang yang banyak utang dengan laju inflasi yang
sangat tinggi pula. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di atas, dan
mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi dalam rangka menghadapi tantangan
globalisasi, salah satu alternatifnya adalah menguatkan dakwah Islam baik dari
segi materi, pesan yang disampaikan maupun dari segi motode yang digunakan. Dakwah
Islam tidak boleh hanya menyentuh kulit-kulit ajaran Islam semata, tetapi
juga masuk ke inti dan esensi ajarannya. Karena ajaran Islam bersifat
komprehensif, maka dakwah Islam pun haruslah bersifat komprehensif.
Pemahaman dan penerapan Islam secara parsial menyebabkan kekuatan agama
ini tidak kelihatan bahkan tidak efektif. Untuk ini, metode dakwah harus
diperbarui agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi harus dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Dakwah tidak hanya terbatas menggunakan media tradisional
(mimbar) tapi juga menggunakan multimedia. Begitu juga jaringan dakwah
harus diperkuat, kerja sama antar lembaga dakwah dunia
harus ditingkatkan. Perbedaan-perbedaan aliran, mazhab atau pendekatan
dakwah harus disikapi secara bijak. Lakukanlah kerja sama dalam hal-hal
yang disepakati, bertoleransilah dalam hal-hal yang berbeda
pendapat!Selain itu pendidikan tidak boleh diabaikan. Ini adalah aspek paling
penting dalammeningkatkan kualitas sumber daya manusia. Umat Islam harus dapat
memadukan dua sumber ilmu yang dua-duanya berasal dan Allah: ilmu-ilmu
kewahyuan dan ilmu-ilmu kealaman. Khazanah Islam digali, kemajuan ilmu
pengetahuan Barat dimanfaatkan. Sistem pendidikan diperbarui dan
disempurnakan. Disamping problem di atas yang tak kala pentingnya ialah peran
media, sebagai suatu contoh ratio perbandingan masyarakat yang membaca Koran
ternyata lebih rendah daripada menonton televise atau internet Di samping
itu serbuan serbuan informasi dari berbagai media massa ternyata melebihi
kapasitas ingatan manusia sehingga khalayak terbebani. Asumsi ini tidak
berlebihan sebagaimana ditulis oleh Neuman, bahwa setiap hari
televisi memperlihatkan 3.600 image permenit, radio rata menyiarkan
kata-kata 100 kata permenit, dan internet menyajikan rata-rata 150.000 perhari.
Pada
saat televise mengangkat realitas sosial dalam berbagai film (sinetron)
dan telenovela maka kekuatan televis dan kekuatan masyarakat terakumulasi
ke dalam pengaruh yang luar biasa terhadap media telvisi itu sendiri. Hal ini
terlihat dengan begitu besar kegemaran masyarakat
terhadap media televisi serta secara fungsional
televisi telah terstuktur dalam masyarakat. Konvergensi perusahaan media
juga melahirkan grup media yang dapat memanfaatkan penyebaran berita dalam
membentuk opini untuk disebarkan ke berbagai jenis media yang berbeda di bawah
naungan grupnya. Sebuah grup MNC di bidang media seperti CNN yang sering jadi
rujukan media masa dunia, atau MNC di Indonesia, misalnya, yang menaungi
beberapa media TV, radio, surat kabar, internet dll. Sehingga melalui
media massa dapat membentuk realitas kehidupan masyarakat sejalan dengan
kapitalis neo liberalism. Di era globaisasi saat ini media massa mempunyai peranan
penting dalam membentuk pola hidup masyarakat. Media massa berlomba-lomba
menyuguhkan acara atau pemberitaan tertentu yang dapat menarik minat khalayak,
sesuai dengan fungsi media massa sebagai media informasi, media pendidikan dan
hiburan. Bahkan dewasa ini media massa dikategorikan sebagai The Third Power
(kekuatan atau kekuasaan ke tiga) setelah money (uang) dan power (kekuasaan)
itu sendiri. Dengan demikian para penguasa ekonomi (baca konglomerat) dan
penguasa negara berlomba-lomba untuk mendirikan media atau membeli perusahaan
media yang ada. Pencitraan (image) telah menjadi mode bagi kalangan politisi
dewasa ini, lihat dalam kampanye calon legislatif dan calon presiden telah
memanfaatkan media massa dalam kampanye mereka. Shirly Biagy menyatakan bahwa dana
kampanye banyak dihabiskan melalui media massa terutama televisi. Disengaja
atau tidak arus informasi internasional yang dikuasai oleh kecanggihan
teknologi komunikasi kini kelihatan didukung oleh konsep kebebasan informasi
menurut pandangan barat (filsafat liberalism). Perkembangan teknologi komunikasi juga
mengakibatkan perubahan institusi seperti perubahan lembaga-lembaga pendidikan,
munculnya system pendidikan Jarak Jauh atau terbuka, e-learning, distance and
open learning dll. Dalam bidang ekonomi dan perdagangangan, dengan munculnya e-
Banking, e-comers, e-money, dan resesvasi tiket pesawat dan hotel melalui
internet. Dalam bidang dakwah sudah muncul cyber dakwah, dakwah on line,
situs I Love Islam, dan life style. Konsekuensi dari semua itu media massa
yang dulunya adalah lembaga social sekarang berkembang menjadi institusi
industri yang umumnya berorientasi kepada profit.
Media
massa dengan kecanggihan teknologinya saat ini lebih memudahkan proses
penyebaran dakwah. Paul Lazarsfeld dan Robert K Merton juga melihat media dapat
menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukan. Sejalan dengan itu harus
dipahami manfaat dan mudharat teknologi informasi dan komunikasi, serta secara
sadar memanfaatkannya untuk mencapai tujuan kita, bukan tujuan-tujuan
mereka (pembuat dan pencipta teknologi) . Artinya kita sebagai pengguna
informasi baik sebagai subjek atau pun objek jangan sampai terjebak
dengan kepentingan-kepentingan yang tersembunyi dabalik kecanggihan media
tersebut. Dengan demikian tantangan para da’i untuk berdakwah
semakin tinggi, disaat akses terhadap pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi semakin terbuka akan tetapi dilain pihak profesionalisme lembaga
dakwah dan para da’i dituntut lebih baik, serta tantangan yang paling berat adalah
dikala memanfaatkan media yang yang sudah menjadi industry yang profitable
untuk tujuan dakwah, dibalik pesan-pesan yang disampaikan. Sebab
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini adalah suatu
keniscayaan yang tidak mungkin diabaikan. Disinilah titik perjuangan atau jihad
di bidang dakwah oleh para da’i atau lembaga dakwah, dimana kalau dulu
bangsa-bangsa berjuang menguasai wilayah atau berjuang untuk kemerdekaan
wilayahnya, sekarang orang mulai berjuang dibidang baru yaitu informasi
agar tidak dikendalikan oleh yang menguasai informasi. Dalam
rangka membebaskan umat dari sifat-sifat kejahiliahan modern dengan pendekatan
bil hikmah. Menurut Enjang yang mengutib dari pandangan Sayid
Quthubbahwa dakwah dengan metode hikmah akan terwujud apabila
memperhatikan tiga faktor. Pertama, keadaan dan situasi orang-orang yang
didakwahi. Kedua, ada atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka
tidak merasa keberatan dengan beban materi tersebut. Ketiga, metode penyampaian
materi dakwah dengan membuat variasi sedemikian rupa yang sesuai dengan kondisi
pada saat itu. Pada akhir abad ke-20an di dunia muslim lahir sebuah
kesadaran untuk membangun paradigma baru yang diharapkan dapat memberikan
keseimbangan (sintesis) antara paradidigma Timur dan Barat, dan sekaligus dapat
menjadi paradigma alternative yang dapat menyembatani perbedaan yang cukup
controversial antara paradigma timur yang
disebut-sebut sebagai paradigma yang bersifat mistis, religious,
serta alamiah dengan paradigma Barat yang bersifat positivistik,
mekanistik, dan ilmiah. Di mana keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
Memahami
paradigma dan komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi selama
komunikasi berlangsung dan akhirnya dapat diketahui apa yang dapat diperbuat
untuk mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut. Merubah
paradigma berpikir dan budaya kerja adalah langkah strategis yang harus dimulai
sekarang ini juga tanpa menunda sedetik pun, yaitu agar berorientasi kepada
sasaran khalayak dan ummat dengan pendekatan “bil hikmah wal mauidzah
al-hasanah” dan dengan pemanfaatan media. Langkah strategis tersebut harus
di imbangi dengan sumber daya yang berkualitas yang akan menjadi juru
dakwah behind the media, behind the technology, behind the screen dan
on the screen. Tujuannya adalah menyadarkan kaum muslimin, mendidik jiwa
mereka dan membekalinya dengan ketakwaan yang cukup untuk memperlihatkan
kepadanya keharusan menyatukan barisan. Seperti media internet yang akhir-akhir
ini perkembangannya sangat fenomenal memiliki pengaruh langsung yang sangat
kuat kepada pembacanya. Internet mampu menggerakkan prilaku massa sesuai dengan
arah yang dikehendakinya. Kenyataanya massa tidak memiliki daya apa-apa,
sehingga karena kehalustajamannya itu, Jalaluddian Rakhmat melukiskannya,
ibarat seorang pasien yang tidak berdaya apa-apa setelah dimasuki sejenis serum
melalui jarum kecil dalam tubuh. Fenomena tersebut dapat kita amati dengan
terbentuknya keluarga-keluarga besar elektronik bersatu dalam jaringan
sosial dan dalam jaringan kerja yang lebih
besar.Jaringan-jaringan tersebut akan memberikan jasa pelayan sosial atau
bisnis yang diperlukan melalui asosiasi-asosiasi. Jaringan sosial di dunia maya
tersebut sangat berpotensial untuk dimanfaatkan sebagai sarana dakwah.
Belakangan
ini konflik atas nama agama sering kali mencuat. Baik di dunia maupun di
Indonesia. Islam menjadi salah satu agama yang paling banyak mendapat sorotan
dan pembicaran publik. Baik dari kalangan umat Islam sendiri, maupun umat non
muslim. Islam dinilai sebagai agama radikal yang dianggap sering memicu
pertikaian. Apa yang sebenarnya terjadi? Ada banyak faktor penyebab. Baik dari
sisi internal Islam sendiri maupun dari sisi eksternal atau non muslim. Dalam
tulisan ini, penulis ingin mengedepankan persoalan dari faktor internal Islam.
Karena sebelum berbicara keluar, adalah lebih baik melakukan koreksi kedalam. Sebagai
umat Islam, jelas kita akan marah jika dituding sebagai ‘biang kerok’
pertikaian. Namun kita tidak bisa sepenuhnya membabi-buta menyalahkan umat
lain. Pasti ada alasan yang cukup mendasar bagi ‘mereka’ memandang seperti itu.
Setidaknya, beberapa fakta menyebutkan 10 Jaringan Teroris Paling Berbahaya
Di Dunia semuanya
bernuansa Islam. Sebut saja seperti; ISIS
(Negara Islam di Suriah dan Irak), Al-Qaeda, Al-Qaeda di Semenanjung Arab
(AQAP), Taliban, Taliban – Pakistan, Al-Nusra Front, Boko Haram, Jemaah
Islamiyah (JI) dan kelompok sempalan, Abu Sayyaf, dan Lashkar-e-Taiba.
Kita bisa saja berkilah bahwa itu bukan umat Islam. Dan beberapa menyebutkan
bahwa teroris tersebut adalah bentukan orang-orang kafir non Islam yang ingin
merusak nama baik Islam. Tapi kita juga tidak bisa mengelak, berapa banyak
orang-orang Islam yang terlibat
‘jihat’ melalui
gerakan teroris tersebut. Termasuk Indonesia. Bahkan, beberapa organisasi
masyarakat (Ormas)
bernuasana Islam di
Indonesia pun secara terang-terangan berpihak kepada salah satu gerakan teroris
tersebut. kita bisa saja mengatakan itu adalah ulah oknum. Dan tidak semua
Islam begitu. Islam adalah agama ‘rahmat bagi semua umat’. Tapi kenyataannya
memang, Islam sering terlibat konflik. Bahkan tidak hanya dengan agama lain, di
dalam tubuh Islam sendiri sering terjadi konflik. Seperti konflik
berkepanjangan “Sunni vs
Syiah” atau tentang wahabi dan lainnya. Di
Indonesia sendiri pun sama. Konflik berbagai perbedaan pendapat pun sering
terjadi. Baik konflik karena perbedaan aliran, maupun hal lainnya. Bahkan,
tokoh agama satu dengan tokoh agama lain pun, berkonflik.
Jelas dan pasti, setiap kelompok,
golongan, aliran, atau pendapat, mengklaim bahwa pihak merekalah yang paling
benar. Dan trend meng-kafir-kan pihak yang
berseberangan pun telah menjadi kebiasaan dan totonan publik. Tidak hanya itu.
Hal-hal remeh temeh tentang ‘halal’ atau ‘haram’ mengucapkan selamat natal pada
kaum Nasrani pun, menjadi konflik yang tidak berkesudahan. Setiap tahun. Setiap
kali menjelang Natal Umat Kristen, para tokoh agama berbeda pendapat dan
menjadi konflik ditengah umat Islam. Dan parahnya, konflik ini mengemuka
ditengah publik dan menjadi tontonan umat dari agama lain. (Apa tidak malu) Kita
sebagai umat Islam mungkin punya alasan dalam hal ini. Setiap tokoh agama pun
punya alasan sendiri untuk tetap bertahan dengan dengan pendapatnya. Tapi
persoalannya, apa yang difikirkan oleh umat non muslim melihat berbagai konflik
tersebut? Sejauh ini, mungkin cukup menjadi alasan bagi pihak luar untuk
menuding Islam sebagai sumber konnflik.
1.
Siapa
Musuh Umat Islam
Sudah
jelas dan pasti, untuk yang satu ini kita akan kompak menjawab dengan tegas.
Yahudi!… Itu musuh Umat Islam. Para kafir, Zionlis, Laknattullah!!! Mereka
memang tidak mau melihat Islam berkembang besar. Mereka melakukan berbagai cara
dengan kelicikannya agar Islam hancur. Lihatlah, bagaimana mereka membentuk
organisasi teroris yang mengatasnamakan Islam. Agar nama Islam hancur dimata dunia.
Itu hanya contoh kecil. Mereka juga menjajah dari berbagai sektor, termasuk
ekonomi dan menyusup untuk melakukan adu domba antar sesama umat Islam. Dan,
mereka juga sangat memandang rendah Umat Islam!!! Mereka menjajah negara-neraga
Islam yang kaya Sumber Daya Alam. Untuk itu kita harus bersatupadu bangkit dan
melawan. Walau nyawa taruhannya. Kita jihat di jalan Allah. Kata-kata itu
selalu mencuat ditengah mayoritas umat Islam. Kita selalu gemar menyalahkan.
Saya petik dari salah satu tulisan
berjudul; Kemunduran Umat Islam Karena
Umatnya Malas Membaca? Sebagai renungan agar kita tidak selalu
menyalahkan orang luar termasuk Yahudi. Moshe Dayan seorang politisi dan
pimpinan militer Israel berkata “Ada 3 kelemahan muslim saat ini;
·
Mereka
malas,
·
Mereka
tidak mempelajari sejarahnya sendiri,
·
Mereka
itu kaum yang spontan dan tak terencana.
Di lain waktu, Moshe Dayan berujar, “Apakah
kalian pikir orang Arab akan pernah bisa mengalahkan kalian?” Dia
menjawab, “Tidak sampai mereka terlebih dulu belajar bagaimana membuat
garis lurus ketika naik bus.” (maksudnya berbaris rapi dan naik bus
satu per satu, tidak bergerombolan dan berebutan seperti yang umumnya kita
lakukan).
Setelah
mengungkap rencana Zionis untuk menduduki Palestina dipublikasikan pertamakali
lima puluh tahun sebelum Pendudukan mantan Menteri Pertahanan Israel Moshe
Dayan, ditanya dalam sebuah wawancara: “Apakah Anda tidak takut
orang-orang Arab akan membaca rencana Anda dan mempersiapkan diri mereka. Tanggapannya, ”Yakinlah,
orang-orang Arab adalah bangsa yang tidak membaca, dan jika mereka membaca
mereka tidak mengerti, dan jika mereka memahami mereka tidak bertindak.” DR
Raghib As-Sirjani dalam sebuah buku mengutip kalimat seorang Yahudi, “Kita
orang Yahudi tidak takut dengan umat Islam, karena umat Islam adalah umat yang
tidak gemar membaca”. Melihat dari fakta tersebut diatas, artinya jelas
mereka Yahudi sangat memandang rendah umat Islam. Dimata mereka, umat Islam
bodoh dan tidak suka belajar (membaca). Bagaimana Marahkah dikatakan seperti
itu Jawabanya, untuk apa Memang terbukti bahwa muslim tak suka belajar
(membaca).Bagaimana dengan negeri kita Indonesia ya, lebih kurang sama. Negeri
yang mayoritasnya beragama islam dan jumlahnya terbesar di dunia, dengan kata
lain kaum yang tidak gemar membaca sebagian besar ada disini. Bermukim ditengah
– tengah kita. Atau mungkin kita salah satunya. Terbukti, bahwa masyarakat
indonesia atau kalau boleh disebut muslim Indonesia adalah kaum mayoritas yang
tak suka belajar dan membaca.
2.
Masih
Ingin Menyalahkan Yahudi
Kita bodoh
karena kita tak suka membaca, setidaknya itu yang mesti diakui. Tiada guna
mengatakan “Yahudi Musuh Islam, mereka jahat, mereka menghancurkan
islam Inilah beberapa faktanya. Pertama, Survei prestasi membaca anak
Indonesia dalam Progress of International Reading Literacy Study 2011 menempati
peringkat 42 dari 45 negara. Kedua, beradarkan rilis dari beritamaluku.com
·
Indeks
kegemaran membaca orang pribumi hanya 0.001. Artinya, dari seribu penduduk
Indonesia hanya satu orang yang gemar
membaca. Bandingkan dengan Singapura, ada 45 orang gemar membaca dari jumlah
survei 100 orang.
·
Waktu
membaca per hari di USA dan Jepang, rata – rata jumlahnya 8 jam. Sedangkan
Indonesia, hanya 2 jam dalam sehari. Masyarakat kita habis waktunya oleh
bergosip, main game bertema kekerasan dan menonton di saluran tak mendidik.
·
Di
Negara maju, siswa sekolah menengah wajib khatam membaca sejumlah buku.
terutama karya sastra, sebelum menyelesaikan studinya. Misalnya, Perancis dan
Belanda 22-23 buku per tahun, Jepang 15 buku per tahun, Malaysia 6 buku per
tahun, Thailand 6 buku per tahun, Hindia Belanda(Indonesia) 25 buku per tahun.
3.
Musuh
Islam Adalah Umat Islam Yang Bodoh Dan Egois
Tahukah, bagaimana orang bodoh dan
egois ketika bereaksi Spontanitas, tidak terencana dan cenderung mengandalkan
fisik. Memaki dan emosional. Menyerang dengan membabi buta. Mari kita lihat
lagi penomena di sekeliling kita. Begitu banyak umat Islam yang reaktif dan
cenderung radikal. Setiap menghadapi berbagai persoalan, reaksinya adalah; bunuh,
bakar, gorok, ganyang, dan berhamburan kata-kata makian. Apa yang
didapat? Jelas kehancuran dipihak sendiri. Di Timur Tengah, umat Islam membuat
medan perang di rumahnya sendiri. Perang yang memusnahkan peradaban Islam itu
sendiri. Dan ironisnya, dari hasil perang sesama mereka maka hasilnya
pihak luar yang memetik keuntungan. Bagaimana di Indonesia Memang belum parah,
tapi berbagai konflik sudah mulai mencuat. Trend mengkafir-kafir-kan sudah
menjadi bagian dari kehidupan sosial.Bunuh, bakar, gorok, ganyang, dan
hamburan kata-kata makian, seolah menjadi gaya hidup. Umat Islam begitu
mudah di adu domba. Syekh Umar Tilmisani berkata “Jangan sampai kalian
hanya bisa melaknat orang zalim, tetapi pikirkanlah bagaimana menghentikan
kezalimannya itu” Tidak lah salah, jika orang Yahudi menganggap orang Islam
rendah. Karena begitulah mayoritasnya. Serta bukan perkara susah, jika mereka
menghancurkan umat Islam. Sebab mereka dikenal suka belajar membaca buku. Oleh
karena itu pula, mereka jadi mengetahui sejarah islam dan peradabannya dan itu
modal besar untuk memperdaya bangsa Islam.
Apakah umat Islam gemar mempelajari
sejarah Islam? Apakah mayoritas Umat Islam mempelajari sejarah Yahudi Sebagian
besar tidak! Meraka Cuma tahu, Yahudi musuh. Cuma itu! Tentang bagaimana
Yahudi bisa menguasai dunia. Jawabannya, paling banter; “Yahudi
licik dan menghalalkan segala cara” dan tidak ada upaya lebih untuk
mengetahui latar belakangnya. Yahudi adalah manusia yang gemar belajar dengan
membaca. Mereka menguasai ilmu pengetahuan, sains, dan segala sesuatunya. Umat
Islam, mayoritas hanya punya mulut dan emosi. Lebih suka menyalahkan orang
lain, sehingga lupa memperbaiki diri sendiri. Dalam sejarah Islam, kita
mencatat bahwa perpustakaan Islam menjadi perhatian utama dari para khalifah.
Maka tidak mengherankan jika sejarah mencatat bahwa perpustakaan umat Islam
pada waktu itu sangatlah besar dan baik di dunia. Diantaranya, perpustakaan Bagdad,
Kardova. Isybiliah, Gharnathah, Kairo, Damaskus, Tarabulus, Madinah dan
Al-Quds. Namun kini umat Islam mengalami berbagai kemunduran dalam
aktivitas membaca. Terutama membaca dalam pengertian yang berkualitas
menghasilkan ilmu, menghasilkan keterampilan khusus dan meraih pengetahuan yang
tinggi. Umat Islam membaca sekedar memenuhi fungsi hobi rekreasi dan hiburan.
Membaca bukan lagi kebutuhan mendasar dan panggilan teologis sebagaimana telah
dipraktikkan Rasulullah dengan menebus tawanan yang mau mengajarkan umat Islam
membaca. Sejarah juga mencatat bagaimana kejayaan Islam dimasa lalu karena umat
Islam dibangun dengan budaya baca yang sangat tinggi. Begitu besar minat baca
umat muslim saat itu kemudian bisa melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar seperti Ibnu
Syna, Ibnu Rusdy, Imam Ghazali, dan masih banyak lagi yang lainya. Masjid-masjid
tidak hanya digunakan untuk mempelajari Al-Qur’an saja, tapi juga mempelajari
ilmu-ilmu pengetahuan umum dan teknologi. Masjid di saat itu juga menyediakan
perpustakaan yang menyediakan buku-buku yang dipelajari oleh umat Islam. di era
kejayaan Islam, hampir setiap Masjid memiliki Perpustakaan, Sekarang Bagaimana
dengan Masyarakat Indonesia? Sebagai bangsa yang mayoritas muslim
ternyata juga memiliki budaya baca yang masih rendah. Membaca
adalah belajar. Membaca membuat kita menjadi manusia yang berwawasan dan
membentuk umat yang beradab dan maju. Lucu rasanya, jika umat Islam dapat
perintah IQRA tetapi umat lain yang melaksanakannya.
Jadi
jangan salahkan umat lain jika Islam secara perlahan tergilas oleh perkembangan
zaman. Bahkan diinjak dan dijajah dari berbagai sektor. Karena itu hukum alam,
yang bodoh akan berada dibawah. “Menurut mereka, umat Kristen itu tidak seperti
Islam. Mereka tidak frontal. Biasanya mereka akan menjawab (buku) dengan buku.”Miris
bukan Ya begitulah kenyataannya. Islam sudah kehilangan kharismanya di mata
umat lain. Beringasan, tidak punya tradisi menulis dan membaca.
Umat lain berperang
dengan pengetahuan. Mereka banyak mencipta hal-hal baru. Mereka tidak membalas
tekanan dengan ancaman dan hujatan. Mereka dengan tenang menanggapi semua itu
dengan cerdas. Bukan dengan sikap beringas yang kampungan. Dalam sebuat tulisan
digambarkan;
ketika seseorang melakukkan
penelitian untuk tesisnya tentang penerbitan buku, Da Vinci Code di Indonesia. Awalnya khawatir akan
menyinggung rasa keragaman Katholik, ternyata penerbit memandang umat tersebut
jauh lebih demokratis, terbuka, dan tak bertindak kekerasan dibanding kalangan
Islam.
[Lihat saja
bagaimana ketika karikatur atau fitnah ditujukan kepada Nabi Muhammad. Reaksi
umat Islam menggila. Memaki, mencaci, dan mengancam. Cenderung bertindak secara
fisik. Bukan membalas dengan ilmu dan cara elegant yang mampu menjatuhkan lawan
Katholik Biasanya, bila ada
kritik, mereka menanggapinya secara kritis pula. Ini terbukti dengan terbitnya
banyak buku dan digelarnya forum-forum diskusi untuk mengkritisi atau
mengiringi karya Dan Brown tersebut.Demikian hasil diskusi informal
penerbit tersebut dengan anggota Indonesian Conference, Religion, and Peace
(ICRP) dari kalangan Kristen/Katolik.
4.
Benarkah Umat Islam
Diambang Kehancuran
Benar, Islam saat
ini mulai mengarah ke jurang kehancuran. Selain menghadapi berbagai konflik
internal akibat keegoisan antar tokoh beragama yang merasa pihaknyalah yang
paling benar. Islam akan semakin terpuruk karena mayoritas umatnya tidak pernah
mau belajar. Siapa yang paling bertanggungjawab? Mereka para tokoh agama dan
seluruh umatnya Agama sejatinya, akan membuat umatnya sebagai manusia yang
mempunyai ahlak dan moral yang baik. Serta mampu menjadi khalifah dimuka bumi
ini. Namun ketika salah dalam menterjemahkan ajaran-ajaran dari agama itu
sendiri, maka, akan menimbulkan polemik hebat dalam kehidupan sosial. Ini
sangat berbahaya.
Dalam hal ini,
tokoh agama memiliki peran penting dalam memberi warna ajaran agama kepada
pemeluknya. Mereka bisa memberi sentuhan nilai-nilai kebijaksanaan yang membawa
umat sebagai mahluk yang arif atau sebaliknya, menumbuhkan sikap egoisme
dan ekstrimis. Islam adalah agama yang sangat universal. Dalam menterjemahkan
nilai-nilai ajaran agama, sangat tergantung dengan karakter dan sifat manusia
yang mempelajarinya. Hal ini pula yang kemudian, membuat munculnya berbagai
konflik dalam menterjemahkan makna dari ajaran agama itu sendiri. Implementasi
agama cenderung berbeda dari satu umat dengan umat yang lain. Walau pun agama
nya sama. Ada yang terlihat anarkis dan ada pula terlihat bijaksana. Lihat saja
buktinya, begitu banyak aliran dalam agama Islam. Setiap tokoh agama memiliki
pandangan masing-masing tentang nilai-nilai ajaran yang terkandung dalam Islam.
Antara satu dengan yang lain, terkadang memiliki pandangan yang jauh berbeda.
Latar belakang pengetahuan dan wawasan memberi peran penting dalam pemaknaan
ajaran agama itu sendiri. Sebagai contoh kecil, dimana penulis sebutkan diawal.
Tentang perbedaan pendapat‘halal’ atau ‘haram’ mengucapkan selamat natal. Ini bukti
nyata, tokoh agama mempunyai peran penting dalam memberi warna ajaran agama itu
sendiri. Harus kita akui, seorang pemeluk agama yang baik dan taat, akan sangat
susah melihat nilai-nilai kebenaran dari pihak lain. Apalagi dari agama lain.
Persoalannya,
ketika si pemeluk agama memiliki jiwa picik dan tidak bijaksana, maka akan
timbul sikap egois yang cenderung merasa paling benar. Dan celakanya, akan men-judge,
pihak lain salah. Dewasa ini, tindak kekerasan dan penghakiman secara sepihak
dengan mengatasnamakan kebenaran agama sering terjadi. Ini pun, karena pengaruh
tokoh agama yang cenderung memprovokasi umat. Yang lebih ironis, jika tokoh
agama yang memiliki kepentingan politik. Agama dapat saja menjadi kenderaan murah
untuk mencapai kepentingan. Lalu, di perparah oleh mayoritas umat yang miskin
ilmu dan wawasan. Maka lengkaplah sudah Ini bukan soal, syiah, sunni, wahabi,
salafi, atau apa pun namanya itu. Tapi tentang sifat dan karakter manusia. Manusia
yang mempunyai ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas. Disertai jiwa dan sifat
yang baik. Jelas akan memberi warna Islam sebagai agama khalifah di muka bumi. Tapi,
jika umat Islam di dominasi dengan orang-orang berpikiran sempit, bodoh, egois,
disertai nafsu dan kepentingan. Islam jelas akan semakin dekat ke jurang
kehancuran.
Islam menghadapi
banyak musuh. Dan musuh utamanya adalah mayoritas kebodohan dari umatnya
sendiri. Kita belum tentu hancur oleh musuh Yahudi atau Zionis. Tapi hancur
oleh pertikaian antar sesama umat Islam yang egois dan miskin ilmu. Umat Islam
bisa diadu domba dan dijajah, karena kebodohan. Untuk itu, sudah saatnya umat
Islam bangkit, berjuang, berjihad, dan menumpahkan darahnya. Tidak perlu ke
Palestina, Suriah, atau Turki. Itu konyol jika hanya bermodalkan emosi, mulut
besar, pentungan, nekad, dan otot. Disana nuklir berbicara, yang dilepaskan
oleh musuh dari jarak jauh dan mungkin sambil bermain game di komputer. Berjuanglah
untuk menggali ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Mengejar ketertinggalan
yang memang sudah tertinggal sangat jauh. Hanya itulah langkahnya. Sebelum
semuanya terlambat.
Politik
adalah 'ilmu pemerintahan' atau 'ilmu siyasah', iaitu 'ilmu tata negara' Pengertian dan
konsep politik atau siasah dalam Islam sangat berbeza dengan pengertian dan
konsep yang digunakan oleh orangorang yang bukan Islam. Politik dalam Islam
menjuruskan kegiatan ummah kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan
syari'at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. la bertujuan untuk
menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang
mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan undang undang. Pengertian
ini bertepatan dengan firman Allah yang mafhumnya: "Dan
katakanlah: Ya Tuhan ku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkanlah
aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku daripada sisi Mu kekuasaan
yang menolong." (AI Isra':
80) Di atas landasan inilah para 'ulama' menyatakan bahawa: "Allah
menghapuskan sesuatu perkara melalui kekuasaan negara apa yang tidak dihapuskan
Nya meIaiui al Qur'an"
1.
Asas
asas Sistem Politik Islam Asas asas sistem politik Islam
ialah:
Hakimiyyah Ilahiyyah Hakimiyyah
atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem
politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Tidak mungkin ianya menjadi milik sesiapa pun selain Allah dan tidak ada
sesiapa pun yang memiliki suatu bahagian daripadanya. Fir man Allah yang
mafhumnya: "Dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan
Nya." (Al Furqan: 2) "Bagi Nya segaIa puji di dunia dan
di akhirat dan bagi Nya segata penentuan (hokum) dan kepada Nya kamu
dikembalikan." (A1 Qasas: 70) "Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah." (A1 An'am: 57)
a.
Hakimiyyah
Ilahiyyah membawa pengertian pengertian yang berikut:
Bahawasanya
Allah adalah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang
menjadi Pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh
dan tunduk kepada sifat Ilahiyyah Nya Yang Maha Esa -Bahawasanya
hak untuk menghakimi dan mengadili tidak dimiliki oleh sesiapa kecuali Allah.
Oleh kerana itu, manusia wajib ta'at kepada Nya dan ber'ibadat kepada Nya
-Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan
hukum sebab Dialah satu satu Nya Pencipta -Bahawasanya hanya Allah
sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan peraturan, sebab Dialah satu
satu Nya Pemilik -Bahawasanya hukum Allah adalah sesuatu yang
benar sebab hanya Dia sahaja Yang Mengetahui hakikat segala sesuatu, dan di
tangan Nyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan
lurus. Hakimiyyah
Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama kepada sistem politik Islam ialah
tauhid kepada Allah di segi rububiyyah dan uluhiyyah Nya.
2.
Risalah Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam
sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka
berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan daripada Allah untuk diri
mereka dan juga untuk umat umat mereka. Para rasul sendiri yang menyampaikan
hukum hukum Allah dan syari'at syari'at Nya kepada manusia. Risalah bererti
bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusiasejak Nabi Adam
hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah satu asas yang penting dalam sistem
politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili
kekuasaan tertinggi Allah di dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para
rasul menyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan
ucapan dan perbuatan mereka. Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan
agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia
diwajibkan tunduk kepada perintah perintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil
selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan
yang terjadi di antara mereka. Firman Allah yang mafhumnya: "Apa
yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi
kamu, maka tinggatkanlah." (Al Hasyr: 7) "Dan Kami
tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin
Allah." (An Nisa': 64)"Dan barangsiapa yang menentang
Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang orang mu'min, akan Kami biarkan mereka bergelimang daiam kesesatan yang
telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu
adalah seburuk buruk tempat kembali." (An Nisa: 115) "Maka
demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An Nisa': 65)
3.
Khalifah Khalifah bererti perwakilan. Dengan pengertian ini, ia
bermaksud bahawa kedudukan manusia di atas muka bumi ialah sebagai wakil Allah.
Ini juga bermaksud bahawa di atas kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya
oleh Allah, maka manusia dikehendaki melaksanakan undang undang Allah dalam
batas batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah
penguasa atau pemilik, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil Allah yang
menjadi Pemilik yang sebenarnya. Firman Allah yang mafhumnya: "Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menjadikan seorang khalifah di muka bumi... " (Al Baqarah: 30) "Kemudian
Kami jadikan kamu khalifah khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami
memperhatikan bagaimana kamu berbuat." (Yunus: 14) Seseorang
khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar benar mengikuti
hukum hukum Allah. Oleh itu khilafah
sebagai asas ketiga dalam sistem politik Islam menuntut agar tugas tersebut
dipegang oleh orang orang yang memenuhi syarat syarat berikut: -Mereka
mestilah terdiri daripada orang orang yang benar benar menerima dan mendukung
prinsip prinsip tanggungjawab yang terangkum di dalam pengertian khilafah Mereka
tidak terdiri daripada orang orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah
serta bertindak melanggar batas batas yang ditetapkan oleh Nya
-Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang ber'ilmu, berakal sihat,
memiliki kecerdasan, kea'rifan serta kemampuan intelek dan fizikal
-Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang amanah sehingga dapat
dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan aman dan tanpa keraguan
Prinsip prinsip Utama Sistem Politik Islam Prinsip prinsip sistem politik Islam terdiri daripada
beberapa perkara di antaranya:
Ø Musyawarah - Prinsip pertama dalam sistem politik Islam ialah musyawarah. -Asas
musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan
orang orang yang akan menjawat tugas tugas utama dalam pentadbiran
ummah.<p> </p>-Asas musyawarah yang kedua pula adalah
berkenaan dengan penentuan jalan dan cara perlaksanaan undangundang yang telah
dimaktubkan di dalam al gur'an dan al Sunnah.<p> </p>-Asas
musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan jalan menentukan
perkara perkara baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.
Ø Ke'adilan Prinsip kedua dalam sistem politik Islam ialah
keadilan. Ini adalah menyangkut dengan ke'adilan sosial yang dijamin oleh
sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Ke'adilan di dalam bidang bidang
sosioekonomi tidak mungkin terlaksana tanpa wujudnya kuasa politik yang
melindungi dan mengembangkannya.Di dalam perlaksanaannya yang luas, prinsip
ke'adilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan menguasai
segala jenis perhubungan yang berlaku di dalam kehidupan manusia, termasuk
ke'adilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa
di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antaxa ibu
bapa dan anak anaknya. Oleh sebab kewajiban berlaku 'adil dan menjauhi
perbuatan zalim adalah merupakan di antara asas utama dalam sistem sosial
Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas
tersebut. Pemeliharaan terhadap ke'adilan merupakan prinsip nilai nilai sosial
yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala
aspeknya.
Ø Kebebasan Prinsip ketiga dalam sistem
politik Islam ialah kebebasan. Kebebasan yang dipelihara oleh sistem politik
Islam ialah kebebasan yang berteraskan kepada ma'ruf dan kebajikan. Menegakkan
prinsip kebebasan yang sebenar adalah di antara tujuan tujuan terpenting bagi
sistem politik dan pemerintahan Islam serta asas asas bagi undang undang
perlembagaan negara Islam.
Ø Persamaan Prinsip keempat dalam sistem
politik Islam ialah persamaan atau musawah. Persamaan di sini terdiri daripada
persamaan dalam mendapat dan menuntut hak hak, persamaan dalam memikul
tanggungjawab menurut peringkat peringkat yang ditetapkan oleh undang undang
perlembagaan dan persamaan berada di bawah taklukan kekuasaan undang undang.
4.
Hak Menghisab Pihak Pemerintah
Prinsip kelima dalam
sistem politik Islam ialah hak rakyat untuk menghisab pihak pemeriritah dan hak
mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada
kewajiban pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal hal yang
berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hak rakyat untuk
disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota di dalam masyarakat untuk
menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Hak ini dalam pengertian
yang luas juga bererti hak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan
keputusankeputusan pihak pemerintah. Prinsip ini berdasarkan kepada firman
Allah yang mafhumnya: "Dan apabila ia berpaling (daripada kamu),
ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerosakan padanya, dan merosak tanaman
tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan." (Al-Baqarah:
205) "..maka berilah keputusan di antara manusia dengan 'adil dan
janganlah kamu mengikut hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu daripada
jalan Allah. Sesungguhnya orang orang yang sesat daripada jalan Allah akan
mendapat 'azab yang berat, kerana mereka melupakan hari perhitungan." (Sad:
26)
5.
Tujuan Politik Menurut Islam
Tujuan
sistem politik Islam ialah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan
kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syari'at
Islam. Tujuan utamanya ialah untuk menegakkan sebuah negara Islam atau Darul
Islam.Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syari'ah, maka akan tertegaklah
al Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan tuntutan al Din
tersebut.
6.
Para fuqaha Islam telah menggariskan sepuluh perkara
penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam.
Memelihara keimanan menurut prinsip prinsip yang telah disepakati oleh
'ulama' salaf daripada kalangan umat Islam Melaksanakan proses pengadilan di
kalangan rakyat dan menyelesaikan masalah di kalangan orang orang yang
berselisih Menjaga keamanan daerah daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam
keadaan aman dan damai Melaksanakan hukuman hukuman yang ditetapkan syara' demi
melindungi hak hak manusia Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai
persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar Melancarkan
jihad terhadap golongan yang menentang Islam Mengendalikan urusan pengutipan
cukai, zakat dan sedekah sebagai mana yang ditetapkan oleh syara' Mengatur
anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak
digunakan secara boros ataupun secara kikir Mengangkat pegawai pegawai yang
cekap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara dan menguruskan hal ehwal
pentadbiran Negara Menjalankan pengaulan dan pemeriksaan yang rapi di dalam hal
ehwal amam demi untuk memimpin negara dan melindungi al Din.
0 Komentar untuk "PENGHANCURAN POLITIK ISLAM MELALUI PROPAGANDA ILMU"